Senin, 02 April 2012

Kasus “Makelar Pajak” Gayus Tambunan Dilihat dari Kacamata Etika Profesi Akuntan

I.   TINJAUAN UMUM KASUS ”MAKELAR PAJAK” GAYUS TAMBUNAN

Gayus ”si Makelar  Pajak”  yang diduga menerima  suap atau success fee dari kasus-kasus sengketa pajak yang ditanganinya. Posisi Gayus saat itu adalah sebagai staf penelaah keberatan dan banding di Ditjen Pajak.  Posisi ini sangat strategis karena Gayus-lah yang bertugas menguraikan banding ketika terjadi sengketa pajak di hadapan hakim di persidangan Pengadilan Pajak.
Sosok Gayus Tambunan yang sudah memiliki gaji jauh lebih tinggi ketimbang pegawai negeri sipil (PNS) di instansi lainnya, malah memiliki rekening tambun Rp 25 miliar yang diduga kuat berasal dari wajib pajak menjadikan citra Kemenkeu yang sudah membangga-banggakan program reformasi birokrasi terpuruk.
Perkara Gayus seperti tak berujung. Bahkan terakhir, mengemuka sinyalemen ada "The God Father" di balik ini semua, menyusul terungkapnya fakta, bahwa Gayus juga pernah plesiran di luar negeri semasa masih ditahan bulan September lalu, bahkan ia juga kepergok wartawan saat tengah berlibur di Bali, dengan penyamaran memakai wiq dan kacamata saat menonton pertandingan tenis. Adapun perjalanan kasus Gayus P Tambunan yang berhasil di himpun dari berbagai sumber:
Inilah babak demi babak drama si belut darat ini :
·         Kabareskrim (saat itu) Komjen (pol) Susno Duadji, menyebut-nyebut nama Gayus P Tambunan yang dikatakannya sebagai makelar kasus pajak yang sedang ditanganinya, tapi penanganannya tidak sesuai dan penuh rekayasa. Kasus ini akhirnya melibatkan sejumlah jenderal di kepolisian. (Maret 2010)
·         Susno Duadji mengatakan Gayus menyimpan uang Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas. (Maret 2010)
·         Melihat Uang sebanyak itu, tentu saja ini mengejutkan banyak orang, mengingat Gayus hanya pegawai pajak golongan IIIA, dengan gaji sebulan antara Rp 1,6 sampai Rp 1,8 juta.         (maret 2010)
·         Ikhwal sisa uang Rp 24 miliar dibantah untuk "royokan" para polisi. Uang itu kata gayus ditarik dari teman bisnisnya yang tinggal di Batam, Andi Kosasih untuk pelaksanaan proyek yang akan membuat ruko seluas 2 hektare di Jakarta Utara.         (Maret 2010)
·         Dalam perkara pajak ini, oleh polisi ada 3 pasal yang menjerat Gayus Gayus yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. (Maret 2010)
·         Fakta selanjutnya, di persidangan Gayus hanya dituntut dengan pasal penggelapan. (Maret 2010)
·         Oleh karenanya, hakim hanya memvonisnya dengan hukuman 1 tahun percobaan. Lalu belakangan dia dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi PN Tangerang. Namun, Mabes polri membuka kembali kasus Gayus karena ditemukan alat bukti baru. (13 Maret 2010)
·         Seiring dengan merebaknya kasus markus ini, jabatan Gayus langsung dipecat. (April 2010)
·         Lalu, sosok Gayus Tambunan tertangkap kamera wartawan kompas saat menyaksikan pertandingan tenis internasional di Bali. Ia mengenakan wig dan kecamata untuk mengelabuhi wajah aslinya. Dari sinilah terungkap fakta, bahwa Gayus telah menyuap petugas lapas untuk bisa berlenggang bebas ke luar penjara.            (November 2010)
·         Dari pemeriksaaan, selain ke Bali, Gayus pun mengaku telah "plesiran" ke Singapura, Malaysia dan Macao. Hal ini mencuat ke publik, dari tulisan Devina melalui surat pembaca Kompas yang mengaku melihat seseorang yang mirip Gayus pada Kamis, 29 September lalu, yang memakai rambut palsu dan kacamatan saat di pesawat. (Januari 2011)
·         Lolosnya Gayus ke luar negeri, terungkap fakta bahwa Gayus menggunakan paspor palsu atas nama Sony Laksono. Diduga Gayus pun telah menyuap petugas kantor imigrasi Jakarta Timur untuk mendapatkan paspor palsu tersebut. Karena dugaan ini, malah pihak imigrasi pun mengakui adanya ketelibatan oknumnya, diperkirakan 3 orang


Berbicara mengenai kasus pajak, dari segi akuntasi, pada laporan keuangannya semua sudah jelas bahwa tempat pembayaran pajak sudah jelas, melalui bank atau kantor pos. Jadi, tidak memberikan peluang kepada petugas pajak untuk melakukan korupsi.
Tetapi, mafia pajak atau sindikat pajak, justru memanfaatkan kelemahan-kelemahan peraturan yang ada.  Pada tahapan-tahapan mediasi kasus-kasus antara wajib pajak dan Dirjen Pajak.  Bahkan, wajib pajak terkadang memanfaatkan konsultan pajak yang bisa merekayasa laporan keuangannya.
Jika akuntan merekayasa laporan keuangan, maka izinnya akan dicabut dan ada aturan, dalam melakukan audit laporan keuangan, akuntan publik tidak boleh melayani sebuah perusahaan selama empat tahun berturut-turut.  Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi rekayasa pembayaran pajak.

II.  PERAN AKUNTAN PUBLIK DALAM PEMERIKSAAN PAJAK
Stigma bahwa profesi akuntan merupakan profesi yang tidak bisa dipercaya itu tetap melekat sampai sekarang.  Wajar tanpa sarat, wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, atau pendapat tidak memberikan pendapat. Mengingat masih ada organisasi yang bisa meminta akuntan untuk melakukan ”financial engineering” ke dalam laporan keuangannya, sehingga tampak bagus, cantik, dan sehat. Tetapi tentu saja tidak semua akuntan publik di Indonesia itu berlaku seperti itu. Akuntan publik yang menjunjung norma dan etika juga tidak sedikit. Akuntan publik sebagai profesi seperti halnya profesi lain tidak steril terhadap adanya penyimpangan. Akan ada oknum-oknum yang tidak mematuhi rambu-rambu yang ditetapkan profesi. Jadi tidak adil dengan generalisasi bahwa akuntan publik adalah tukang jahit sehingga dijadikan faktor penghambat untuk dilibatkan dalam masalah perpajakan.

Sudah menjadi tugas IAI untuk segera mengakhiri stigma negatif ini atau membiarkannya untuk selama-lamanya. Banyak kasus audit yang seharusnya bisa ditangani oleh kantor akuntan publik lokal, tetapi diserahkan ke akuntan publik luar. Ini bukan karena akuntan lokal lebih bodoh dari akuntan luar. Standar audit kita adalah fotokopi dan Generelly Accepted Auditing Standard (GAAS) yang dibuat oleh AICPA (American Institute of Publik Accountant). Yang membedakan antara auditor kita dengan auditor luar adalah bahwa auditor kita bisa bertindak sebagai tukang jahit, sementara auditor luar tidak. Jadi masalahnya adalah kepercayaan.
Terdapat dua kelompok pemakai laporan keuangan. Pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah manajemen perusahaan. Sementara pihak eksternal antara lain pemegang saham, kreditor, dan instansi pemerintah seperti instansi pajak. Sebagai pemakai ekstern, Ditjen Pajak bisa menggunakan laporan keuangan sesuai kepentingannya, misalnya untuk menghitung pajak terhutang wajib pajak (WP) yang bersangkutan. Laporan keuangan itu bisa yang telah diaudit maupun tidak, tergantung kepada WP yang menyampaikannya.
Perlakuan Ditjen Pajak terhadap laporan keuangan yang disampaikan WP adalah bebas. Artinya apakah Ditjen Pajak itu dalam menghitung pajak akan sepenuhnya berdasarkan laporan keuangan yang dilampirkan WP dalam SPT atau mengabaikannya dan melakukan pemeriksaan lapangan. Jadi Ditjen Pajak mempunyai kewenangan penuh untuk mempercayai atan tidak laporan keuangan WP. Hak Ditjen Pajak itu tetap melekat apakah dimuat dalam undang-undang atau tidak. Apakah hak inilah yang akan diserahkan ke akuntan publik? Artinya jika WP telah melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik, Ditjen Pajak tidak akan melakukan pemeriksaan lagi. Walaupun ada keinginan untuk itu, sebaiknya tidak dinyatakan secara eksplisit. Tetapi dilakukan secara diam-diam.

Paragraf pertama dari suatu laporan akuntan berbunyi demikian “…Laporan keuangan ini merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami adalah memberikan pendapat tehadap laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan”. Jadi akuntan publik mempunyai tanggung jawab terhadap opini yang diberikan atas laporan keuangan yang diperiksanya. Ia tidak bisa lari dari tanggung jawab jika laporan keuangan yang dikaitkan dengan pendapatnya itu terdapat penyimpangan.
Besarnya tanggung jawab akuntan publik ini harus dilihat baik dari perspektif WP maupun akuntan publik. Artinya apakah ketidakbenaran pendapat akuntan publik itu disebabkan kesalahan WP atau akuntan publik. Jika memang kesalahan itu ada di akuntan publik, maka akuntan publik harus dikenakan sanksi. Tetapi jika ternyata kesalahan itu ada pada WP, akuntan publik harus dibebaskan dari tanggung jawab. Menyeret ke pengadilan akuntan publik yang diduga melakukan kecurangan merupakan sesuatu yang positif bagi profesi akuntan secara keseluruhan. Siapa yang salah harus dihukum.
Kembali kepada kasus Gayus, dia adalah salah satu oknum  pajak yang telah memanfaatkan peluang yang ada untuk melakukan manipulasi, sehingga  telah merugikan negara. Dan wajar jika saat ini dia dijadikan tersangka kasus mafia pajak, dan wajib untuk diadili dan diberikan hukuman yang setimpal.



III.  KESIMPULAN

Melihat pemaparan di atas, jika dikaitkan dengan Etika Profesi Akuntansi yang saat ini sudah disepakati oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan teah menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan, sehingga prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya, serta prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Maka sudah bisa ditebak bahwa Gayus telah meanggar prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi tersebut, diantaranya :

Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Prolesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Tapi dalam kasus pengelapan pajak keuangan Negara seorang “Gayus” telah melupakan tanggung jawab (tidak bertanggiung jawab) sebagai profesinya.  Seorang ”Gayus” sebagai pejabat perpajakan seharusnya mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Pejabat Perpajakan harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesinya, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri secara professional dalam membangun Bangsa.

Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
“Gayus” jelas tidak menghormati kepercayaan masyarakat luas (kepercayaan public). Sedangkan ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi pejabat ini memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas pejabat ini dalam memelihara berjalannya fungsi secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab pejabat ini terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku pejabat yang bersangkutan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan Negara, dan semua itu tidak dilakukan oleh pejabat perpajakan “Gayus”.

Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
“ Gayus” sama sekali tidak memiki  integritas yang tinggi dalam hal kejujuran karena pejabat tersebut telah membohongi public, dalam hal perilaku pejabat persebut telah menggunakan kepercayaan pubic untuk memenuhi keinginan pribadi. Integritas mengharuskan seorang pejabat untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan pejabat. Prinsip obyektivitas mengharuskan bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.  Sementara “ Gayus” tidak menunjukkan indikasi seperti diatas karena bertentangan dengan  prinsip Obyektifitas yang mana harus bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.  Gayus telah memilah dan memiih WP yang akan memberikan keuntungan pribadi baginya yaitu dengan menerima ”suap” atau success fee dari mereka. Gayus tidak kuat menerima tekanan dan godaan dari WP yang ditanganinya sehingga mengganggu obyektivitasnya, dan Gayus tidak bisa mengukur tingkat kewajaran yang dapat digunakan untuk menentukan standar dalam mengidentifikasi hubungan yang mungkin akan merusak obyektivitasnya, sehingga dia tidak mampu untuk menolak ataupun menghindarinya.

Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
“ Gayus” telah menyalahgunakan kompetensi dan kehati-hatian profesional untuk tujuan pribadi yaitu meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya hanya untuk kesenangan pribadi. Kompetensi dan kehati-hatian Profesional itu seharusnya digunakan dan di aplikasikan untuk kepentingan pembangunan Bangsa lewat perpakajan Kehati-hatian profesional mengharuskan pejabat untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa harus mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya. Pejabat harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku. Kehati-hatian profesional mengharuskan pejabat untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.


 Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati Kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Melihat kasus terhadap penyimpangan pajak yang dilakukan pejabat perpajakan “Gayus”, seharusnya kerahasiaan itu benar benar dilakukan untuk dan demi kepentingan pembangunan Negara dan Bangsa dan bukan untuk melindungi kepentingan golongan tertentu.
Karena ”Gayus” tidak menjaga kerahasiaan informasi dan tidak menghormati kerahasiaan informasi tersebut. Pejabat mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan pejabat yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. Pejabat yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.



Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
“Gayus” sama sekali tidak menujukkan prilaku yang profesional di mata public, dimana prilaku profesinya jelas jelas merugikan masyarakat bangsa dan Negara. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Bahwa setiap pejabat harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan sebagai seorang pejabat perpajakan.
Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat perpajakan “Gayus” tidak ditemukan standar teknis dan standar professional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang mana harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tentunya bermuara pada penerimaan pendapatan Negara guna pembangunan Bangsa sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.  Dan dengan standar Profesi keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

IV.     DAFTAR PUSTAKA dan REFERENSI

-   www.klikpajak.com