Kamis, 26 Mei 2011

Swasembada Pangan

Swasembada pangan berarti kita mampu utk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi kebijakan tsb, antara lain dengan melakukan:

1. Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.

2. Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.

3. Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.

4. Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).

Jadi diversifikasi adalah bagian dr program swasembada pangan yg memiliki arti pengembangan pilihan/ alternatif lain makanan pokok selain padi/nasi (sebab di indonesia makanan pokok adalah padi/nasi). Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu non pad/nasi.




Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB,

penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.

Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk: (a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian. 

Pencapaian hasil sektor pertanian

Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan yaitu sekitar 4.41 persen. Selain itu berdasarkan data kemiskinan tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di perdesaan dan 55% di perkotaan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, Nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006-2008 dengan pertumbuhan sebesar 2,52 persen per tahun. Dengan kinerja yang kundusif seperti itu, neraca perdagangan komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 dengan rata-rata pertumbuhan 29,29 persen per tahun.

Selain itu, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian 1,56%/tahun, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24%/tahun) dan tenaga kerja non pertanian yang hanya sekitar 0,98%/tahun. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 – 2007 mencapai 172,8%/tahun, lebih tinggi dibanding sektor lain.

Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.

Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik 2,57 juta ton). Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Selanjutnya, produksi kedele juga meningkat 2,98% per tahun dari 723 ribu ton biji kering tahun 2004 menjadi 761 juta ton biji kering tahun 2008 (ARAM III).



Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi, jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, Tingginya motivasi petani/pelaku usaha pertanian utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan penyuluhan.. Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan pemerintah. Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.


Masalah ketersediaan lahan menjadi kendala utama pencapaian swasembada pangan.upaya pencapaian swasembada pangan, khususnya untuk produksi padi, jagung, kedelai, dan gula, masih menghadapi sejumlah kendala, salah satunya terkait masalah keterbatasan lahan pertanian di dalam negeri.

Untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan, pemerintah menetapkan peningkatan produksi jagung sebesar 10 persen per tahun, kedelai 20 persen, daging sapi 7,93 persen, gula 17,56 persen, dan beras 3,2 persen per tahun. Untuk mencapai target ini, diperlukan peningkatan areal pertanaman, seperti untuk swasembada gula, dibutuhkan lahan tambahan seluas 350.000 hektare (ha) dan kedelai dibutuhkan lahan seluas 500.000 ha. Tapi, ada kendala. Hingga saat ini pun belum ada kepastian soal lahan," ujarnya.

Kondisi ini menjadikan satu lahan pertanian terpaksa dimanfaatkan untuk menanam berbagai komoditas tanaman pangan secara bergantian. Akibatnya, Indonesia selalu menghadapi persoalan dilematis dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman. Jika menggenjot produksi kedelai, misalnya, maka produksi jagung akan turun. Ini karena lahan yang ada dimanfaatkan untuk kedelai dansebaliknya Selama ini kedua komoditas itu ditanam secara bergantian.Sebenarnya Badan Pertanahan Nasional telah menjanjikan lahan 2 juta ha dari total lahan yang telantar 7,3 juta ha untuk areal penanaman pangan. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan soal lahan tersebut

kendala lain yang dihadapi dalam pencapaian swasembada pangan terkait masih tingginya alih fungsi (konversi! lahan pertanian ke nonpertanian. Saat ini, konversi lahan pertanian telah mencapai 100.000 ha per tahun. Sedangkan kemampuan pemerintah dalam menciptakan lahan baru hanya maksimal 30.000 ha, sehingga setiap tahun justru terjadi pengurangan lahan pertanian.Di samping itu, perubahan iklim yang mengakibatkan cuaca tidak menentu serta keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis tersebut

Di lain pihak,pemerintah daerah mewaspadai serangan hama wereng batang cokelat pada tanaman padi. Apalagi hingga saat ini telah menyebabkan kerugian petani di sejumlah daerah. Jika serangan wereng tersebut semakin meluas, maka dikhawatirkan bisa mengganggu ketahanan pangan nasional. Perhatian aparatur di daerah bisa meminimalisasi dampak serangan wereng.Tentunya ini juga akan menyelamatkan petani dari kerugian ekonomi yang lebih besar.



Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Nasional

Potensi sumber daya nasional yang terdiri atas (1) sumber daya alam dan lingkungan serta (2) sumber daya manusia, selama ini belum digali dan dikelola secara optimal. Sumber daya alam dan lingkungan antara lain mencakup potensi fisik material dan potensi hayati; sedangkan sumber daya manusia mencakup potensi kuantitas dan kualitas manusia dan interaksi serta struktur sosialnya.

Kekayaan dan potensi sumber daya alam dan lingkungan dapat dilihat dari potensi lahan pertanian, air dan udara, hutan, laut dan pesisir, serta material tambang. Sedangkan kekayaan sumber daya manusia ditunjukkan dengan populasi dan angkatan kerja yang sangat besar serta kekuatan interaksi dan jaringan sosialnya.

Selama ini berbagai sumber daya tersebut sudah dimanfaatkan, meskipun dalam prakteknya belum dikelola secara optimal sehingga belum mampu memberikan kontribusi dan kemanfaatan yang cukup signifikan bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain penguasaan teknologi yang relatif masih lemah, sikap mental yang kurang progresif serta kualitas sumber daya pelaku yang belum memadai.

Dalam pengelolaan sumber daya nasional, seringkali karena mengejar produksi fisik dengan dalih pemberian akses ekonomi rakyat mengakibatkan aspek biodiversitas menjadi kurang mendapat prioritas yang penting. Sebagaimana dilaporkan oleh Davin HE Setiamarga (The University of Tokyo), sebagai contoh keragaman biota perairan dan berbagai jenis ikan di danau-danau di Sulawesi Utara terancam punah bahkan sebagian telah punah karena introduksi ikan mujahir yang sangat expansif dan dapat berperan sebagai predator ikan lainnya. Pelestarian keragaman genetik belum menjadi pertimbangan penting bagi pembuatan keputusan suatu program pembangunan. Penelitian-penelitian tentang biodiversitas nasional merupakan sumber penting yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian dasar. Hasil penelitian tersebut pada saatnya akan berkontribusi nyata dalam penelitian terapan yang secara langsung dapat dimanfaatkan secara luas oleh penggunanya.

Keragaman genetik yang lain yang terkait dengan konservasi satwa sebagaimana dilaporkan oleh Syartinilia (The University of Tokyo). Elang Jawa di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Jawa Barat populasinya semakin terancam karena ekploitasi habitat tempat hidup satwa tersebut. Perubahan vegetasi dan tata guna kawasan akibat upaya ekploitasi manusia di kawasan tersebut jika tidak dilakukan dengan hati-hati akan mengancam kelestarian satwa tersebut.

Upaya untuk memberi ruang yang kondusif bagi berbagai satwa dipandang memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi. Sebagaimana dilaporkan oleh Bainah Sari Dewi (Tokyo University of Agriculture and Technology/Utsunomia University) yang meneliti tentang peranan beruang hitam Asia (Asiatic black bear) yang memiliki peranan sangat penting dalam menyebarkan berbagai jenis biji-bijian di kawasan hutan habitatnya. Penyebaran biji-bijian dengan bantuan beruang tersebut secara langsung berpengaruh terhadap kelestarian dan keragaman genetik vegetasi di kawasan hutan tempat beruang tersebut tinggal, apalagi beruang memiliki kemampuan menyebarkannya dalam radius yang cukup jauh bahkan mencapai puluhan kilometer dalam wilayah hutan.

Terkait dengan isu utama seminar yaitu dampak perubahan iklim global, strategi dan mekanisme perubahan penggunaan dan penutupan lahan, dipandang sebagai isu strategis yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Arief Darmawan (The University of Tokyo) melalui studinya di Provinsi Banten dan wilayah Kalimantan melaporkan bahwa perubahan penggunaan lahan dapat terjadi antara lain karena deforestrasi akibat perambahan hutan oleh penduduk di sekitar kawasan hutan dan karena kebakaran hutan. Krisis ekonomi juga berdampak besar terhadap perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, di daerah Kalimantan dilaporkan bahwa laju kerusakan hutan dan deforestrasi telah melebihi kemampuan regenerasi hutan.

Pengelolaan sumber daya air juga menjadi tema yang sangat vital bagi pembangunan pertanian karena air merupakan salah satu prasyarat proses produksi pertanian. Ardiansyah (The University of Tokyo) melalui studinya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau Jawa Barat melaporkan bahwa ketersediaan air merupakan faktor pembatas (limiting factor) yang sangat menentukan produktivitas lahan. Dalam pengambilan keputusan penggunaan air yang efisien perlu mempertimbangkan berbagai faktor. Dalam hal efisiensi kehilangan air, membiarkan lahan dalam kondisi kering akan mengurangi hilangnya air ke atmosfer, tetapi bila dikaitkan dengan upaya menjamin ketahanan pangan, lahan yang tidak ditanami merupakan lahan yang tidak produktif. Penggunaan air juga cukup rumit mengingat pengguna tidak hanya petani, melainkan juga kalangan industri dan rumah tangga. Tampaknya perlu dirancang model pengelolaan air yang tepat yang mampu mewadahi kepentingan semua pemangku kepentingan.

Tatang Sopian (Tokyo University of Agriculture and Technology) memandang bahwa eksplorasi dan konservasi sumber daya genetik merupakan satu program yang tidak bisa ditawar lagi. Selain itu dengan mempertimbangkan kekayaan genetik wilayah topis, Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi buah-buahan tropis yang unggul dan unik. Keunggulan tersebut dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk bersaing dalam pasar global. Terkait dengan hal itu, upaya pembentukan pasar produk pertanian tropis di berbagai daerah di Indonesia perlu segera direalisasikan. Konservasi sumber daya genetik dapat dilakukan dengan pengembangan kebun bibit permanen dan pusat perbanyakan bahan tanaman. Terkait dengan pembiayaan program, dana dapat berasal dari anggaran pusat, daerah, maupun kerjasama dengan pihak investor.

Terkait dengan pengembangan potensi sumber daya manusia, studi yang dilakukan oleh MD. Wicaksono (Tokyo University of Agriculture and Technology) di kawasan Taman Nasional Way Kambas Lampung menunjukkan bahwa program penguatan SDM melalui intensifikasi dan diversifikasi telah memberikan peluang ekonomi yang besar bagi penduduk yang hidup di sekitar kawasan taman nasional. Peningkatan akses ekonomi diharapkan dapat menekan perambahan kawasan taman nasional sehingga kelestarian sumber dayanya tetap dapat terjaga. Program intensifikasi dikembangkan melalui pola tanaman pangan dan hortikultura serta tanaman tahunan (akasia dan karet). Pola diversifikasi telah dilakukan melalui pengembangan peternakan dan perikanan darat. Beberapa faktor yang dipandang berkontribusi terhadap suksesnya program pemberdayaan masyarakat lokal antara lain: peran aktif masyarakat, kelompok tani, dan petugas penyuluh lapangan.


sumber
http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=328:optimalisasi-pemanfaatan-sumber-daya-nasional-dan-swasembada-pangan-yang-berkelanjutan



http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080409213724AAuJk0F


http://bataviase.co.id/node/225086


http://www.iasa-pusat.org/artikel/strategi-dan-pencapaian-swasembada-pangan-di-indonesia.html









posted by
kuspandi
1EB07
29210196

Tidak ada komentar:

Posting Komentar